17 Informasi Hoaks Viral Seputar Pangan, Jangan Sampai Tertipu!

Melonjaknya pengguna internet dan media sosial dalam beberapa tahun terakhir mempermudah arus penyebaran informasi.

Jarak dan geografis tidak lagi menjadi hambatan yang begitu berarti di zaman revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini.

Namun sayangnya, selalu ada kerugian atau sisi negatif dari suatu teknologi, tak peduli secanggih dan sekeren apapun.

Salah satu dampak negatif dari internet dan media sosial adalah menjamurnya hoaks, yaitu informasi atau berita yang tidak benar dan palsu, serta dalam banyak kasus menimbulkan keresahan di masyarakat.

{getToc} $title={Table of Contents}

17 Hoaks yang Sempat Viral Seputar Pangan

Topik terkait pangan dan gizi acapkali tak luput dari objek berita dan informasi hoaks yang beredar dari mulut ke mulut melalui internet dan media sosial.

Hal tersebut seringkali disebabkan karena penyebar dan pembaca informasi hoaks tidak memiliki pengetahuan yang memadai terkait pangan dan upaya untuk mencapai gizi seimbang.

Apalagi berita hoaks seputar pangan dan gizi kerap disajikan dengan bahasa yang terkesan ilmiah dan click bait, sehingga pembaca semakin yakin dengan kebenaran informasi tersebut dan tidak ragu untuk menyebarkannya ke media sosial dan grup chatting.

Berikut ini telah saya rangkum 17 informasi dan berita hoaks seputar pangan dan gizi yang paling populer dan menggemparkan masyarakat Indonesia, tak lupa dilengkapi dengan penjelasan berbasis ilmiah.

Harapannya, semoga tulisan ini bisa mengurangi keresahan di masyarakat.

Perhatian! Budayakan membaca secara perlahan, cermat, dan tuntas sampai akhir untuk menghindari kesalahpahaman. {alertSuccess}

Hoaks #1 Mie Instan Mengandung Lilin

Hoaks yang pertama ini rasanya sudah sangat melegenda sejak zaman antah berantah.

Ketika mie instan dimasak, air rebusannya yang awalnya jernih dan tidak berwarna akan berubah menjadi kuning, sedikit keruh, dan mengental.

Penampakan air rebusan mie instan yang tersebut sering dikaitkan dengan kandungan lilin atau parafin.

Faktanya, penampakan air rebusan mie instan yang disebut mirip lilin disebabkan karena berpindahnya minyak dan pati yang terkandung pada mie ke air rebusan.

Mie instan yang belum direbus memang mengandung minyak dalam jumlah yang cukup tinggi.

Hal tersebut disebabkan karena pembuatan mie instan melibatkan proses penggorengan.

Jadi, wajar saja jika minyak tersebut berpindah ketika mie instan direbus.

Adapun air rebusan yang menjadi sedikit lebih kental dapat disebabkan karena proses gelatinisasi pati.

Mie instan terbuat dari tepung gandum yang mengandung karbohidrat dalam bentuk pati. Ketika dipanaskan dengan keberadaan air, pati akan mengalami gelatinisasi dan menjadi larut dalam air.

Indikator yang menunjukkan telah terjadinya fenomena gelatinisasi pati adalah naiknya kekentalan dari suspensi pati tersebut.

Kesimpulannya, tidak ada lilin atau parafin dalam mie instan. Air rebusan mie instan yang berwarna kuning, keruh, dan sedikit kental disebabkan karena minyak yang berpindah dari mie ke dalam air rebusan, serta fenomena gelatinisasi pati. {alertSuccess}

Hoaks #2 Susu Kental Manis Tidak Mengandung Susu

Hoaks ini mencuat ke permukaan saat BPOM mengumumkan susu kental manis bukanlah susu.

Hal tersebut memang benar, karena susu kental manis lebih banyak mengandung gula ketimbang susu.

Analoginya, sepiring nasi goreng yang dilengkapi dengan telor dadar, bakso dan udang tetap saja disebut sebagai nasi goreng, karena proporsi nasi jauh lebih banyak dibanding bahan pelengkap lainnya.

Kembali ke kasus susu kental manis. Mengingat komponen utama susu kental manis adalah gula, maka sah-sah saja mengatakan bahwa susu kental manis bukanlah susu.

Namun, mengikuti informasi tersebut, ada informasi lain yang mengatakan bahwa susu kental manis tidak mengandung susu sama sekali.

Nah, kabar inilah yang perlu diluruskan.

Faktanya, susu kental manis tetaplah mengandung susu skim. Kalau tidak percaya, silakan baca komposisi pada produk susu kental manis yang beredar di pasaran.

Susu kental manis tetap mengandung susu

Kita bisa mengetahui komposisi dan perbandingan jumlah suatu bahan baku dengan membaca label kemasan pangan.

Semakin tinggi kandungan suatu bahan baku, posisi penulisannya akan semakin di depan. Sebaliknya, semakin rendah kandungan bahan baku, semakin belakang posisi penulisannya.

Sebagai contohnya, pada produk susu kental manis berikut, bahan baku gula (dalam bentuk sukrosa) diletakkan di posisi pertama, artinya gula adalah komposisi yang paling banyak. Sedangkan bahan baku susu skim diletakkan pada urutan keenam.

Sukrosa ditulis paling pertama, menandakan komposisi yang jumlahnya paling banyak

Dari sini terbukti bahwa susu kental manis tetap mengandung susu, meskipun jumlah susunya lebih sedikit dibandingkan gula.

Kesimpulannya, susu kental manis tetaplah mengandung susu, namun tidak bisa dikatakan sebagai produk susu. Susu kental manis tidak diperuntukkan untuk diminum langsung selayaknya susu segar, susu UHT, pasteurisasi, susu bubuk, maupun susu pertumbuhan. Susu kental manis hanya diperuntukkan sebagai pelengkap makanan atau minuman, seperti topping. {alertSuccess}

Hoaks #3 Produk Susu Dapat Digunakan Sebagai Pengganti Air Susu Ibu

Masih terkait susu, namun pada poin ini kita membahas penggunaan produk susu lainnya termasuk susu bubuk, susu UHT, susu pasteurisasi, susu steril, dan juga susu kental manis.

Dalam Peraturan BPOM No.31 Tahun 2018, semua produk susu yang beredar di pasaran:

  • Tidak boleh digunakan sebagai pengganti air susu ibu,
  • Tidak cocok untuk bayi sampai berusia 12 bulan.

Khusus untuk susu kental manis, terdapat satu aturan tambahan yaitu tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.

Kesimpulannya, susu apapun tidak bisa menggantikan air susu ibu dan tidak cocok diberikan kepada bayi berumur kurang dari sampai dengan 12 bulan. Khusus susu kental manis, juga tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya sumber zat gizi {alertSuccess}

Hoaks #4 Susu Kental Manis Tidak Boleh Diseduh dengan Air Panas

Ternyata susu kental manis banyak hoaksnya yah! Di postingan ini saja sudah ada tiga hoaks tentang susu kental manis.

Sebenarnya ini masih terkait dengan penggunaan susu kental manis pada poin sebelumnya.

Sebagaimana sudah dijelaskan pada poin sebelumnya, bahwa susu kental manis hanya boleh digunakan sebagai campuran makanan dan minuman, seperti sebagai topping.

Artinya, susu kental manis tidak diperuntukkan untuk diseduh dan diminum langsung, mau itu diseduh dengan air es, air biasa, maupun air panas sekalipun.

Namun, banyak yang salah kaprah dan malah menyangka bahwa susu kental manis tidak boleh diseduh dengan air panas, tapi boleh diseduh dengan air dingin.

Kesimpulannya, bukan tentang air panasnya, namun tentang cara penggunaannya. Susu kental manis tidak direkomendasikan untuk diminum langsung dengan cara dilarutkan dengan air biasa, dingin, panas, tetapi sebagai campuran makanan dan minuman. {alertSuccess}

Hoaks #5 Makanan Olahan Selalu Tinggi Pengawet

Makanan dan minuman olahan yang dikemas dalam plastik, botol, maupun kaleng sering diasosiasikan dengan tingginya kandungan pengawet yang berbahaya bagi tubuh.

Alasannya karena makanan produksi pabrikan memiliki umur simpan dan tanggal kadaluarsa yang sangat panjang, bisa sampai berbulan-bulan bahkan tahunan. Tentu sangat tidak masuk akal jika dibandingkan dengan makanan rumahan yang sudah basi dalam hitungan hari maupun jam.

Namun faktanya, tidak melulu keawetan produk pangan disebabkan karena kandungan pengawet yang tinggi.

Untuk memahami hal tersebut, mari kita pahami terlebih dahulu konsep umur simpan dan tingkat keawetan suatu produk pangan

Secara umum, umur simpan dan tingkat keawetan produk pangan ditentukan oleh suatu indikator tertentu, bisa berupa aktivitas mikroba maupun karakteristik produk pangan tersebut. Setiap produk pangan bisa memiliki indikator kadaluarsa yang berbeda-beda.

Misalnya, susu segar dikatakan sudah kadaluarsa jika sudah terbentuk dua lapisan terpisah, berbau dan memiliki rasa yang asam. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas mikroba yang terdapat pada susu.

Tapi untuk produk pangan lain, contohnya keripik, kadaluarsanya jika sudah tidak renyah dan mulai tercium bau tengik. Hilangnya kerenyahan disebabkan karena keripik tersebut menyerap uap air dari udara, sedangkan bau tengik terjadi karena oksidasi minyak yang ada pada keripik.

Dari sini sudah kelihatan perbedaannya kan?

Berbekal informasi terkait penyebab kadaluarsa, produsen makanan akan melakukan berbagai upaya demi menghambat laju kadaluarsa tersebut.

Pada kasus susu segar, produsen susu bisa melakukan proses termal berupa sterilisasi UHT maupun pasteurisasi yang bertujuan membunuh mikroba, kemudian mengemas susu yang sudah diproses secara aseptik ke dalam kemasan tetrapak untuk mencegah kontaminasi mikroba dari lingkungan.

Dengan melakukan proses termal dan pengemasan aseptik, susu pasteurisasi bisa awet sekitar satu sampai dua minggu di suhu pendingin, sedangkan susu UHT bisa mencapai enam sampai sembilan bulan pada suhu ruang.

Sedangkan pada kasus keripik, produsen bisa menggunakan kemasan yang tidak tembus uap air dan oksigen, menggunakan minyak goreng yang masih bagus, serta meniriskan kelebihan minyak pada permukaan keripik dengan bantuan alat spinner maupun cara lainnya.

Kesimpulannya, produk pangan yang awet belum tentu tinggi pengawet. Contoh produk pangan yang relatif awet meskipun tanpa pengawet antara lain pangan steril komersial, pangan berasam tinggi (pH < 4,6), serta pangan yang kering (Aw < 0,85). {alertSuccess}

Hoaks #6 Makanan yang Mudah Terbakar Mengandung Mesiu, Lilin, atau Plastik

Sempat viral di media sosial, sebuah video yang mempertontonkan pembakaran produk kopi kemasan dan biskuit crackers.

Dalam videonya, pelaku pembakaran menduga bahwa kopi tersebut mengandung mesiu, sedangkan crackers mengandung lilin atau plastik.

Namun, apakah benar demikian?

Faktanya, diperlukan pengujian laboratorium yang sah dan valid untuk bisa menentukan keberadaan suatu zat di dalam bahan pangan.

Metode pembakaran, seperti yang dilakukan oleh pelaku di dalam video, bukanlah suatu metode pengujian yang sah dan valid untuk menentukan kandungan mesiu, lilin, atau plastik di dalam bahan pangan.

Fakta kedua, makanan yang bersifat kering seperti biskuit, kopi, dan kerupuk pasti memang mudah terbakar secara alami.

Makanan yang kita konsumsi tersusun atas rantai karbon organik yang mudah terbakar.

Jadi tidak perlu ragu untuk mengonsumsi bahan pangan yang mudah terbakar, karena ya memang begitu sifatnya!

Selama sudah mendapatkan izin edar dari BPOM serta sertifikat halal MUI, produk pangan yang beredar di pasaran tidak usah dirisaukan keamanan dan kehalalannya.

Kesimpulannya, produk pangan yang tersusun atas bahan organik yang kering pasti mudah terbakar, bukan karena mengandung mesiu, lilin, atau pun plastik. {alertSuccess}

Hoaks #7 Pangan Rekayasa Genetika Sangat Beracun

Pangan rekayasa genetika, atau juga dikenal sebagai istilah genetically modified organisms (GMO), merupakan pangan nabati maupun hewani telah mengalami modifikasi DNA sedemikian rupa.

Tujuan utama dari rekayasa genetik adalah untuk meningkatkan produktivitas serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Ringkasnya, produksi pangan yang lebih banyak dan lebih bermutu.

Menurut WHO, rekayasa genetika di masa depan akan fokus untuk memperbaiki kandungan zat gizi, menurunkan komponen alergen, juga meningkatkan efisiensi sistem produksi pangan.

Namun sayangnya, pangan hasil rekayasa genetika atau GMO masih menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan, khususnya terkait faktor keamanan.

Banyak informasi yang menyatakan bahwa GMO tidak aman, bahkan beracun untuk dikonsumsi.

Faktanya, sampai saat ini belum ditemukan indikasi ataupun bukti saintifik yang sah untuk memperkuat opini tersebut.

Di Indonesia, produk pangan olahan, termasuk pangan rekayasa genetika, akan diperiksa keamanannya terlebih dahulu sebelum diberikan izin idar oleh BPOM.

Adapun lembaga yang berwenang memeriksa keamanan pangan rekayasa genetika adalah Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKHPRG), kemudian menyampaikan hasilnya kepada BPOM sebagai acuan untuk penerbitan izin edar.

Btw, list pangan rekayasa genetik yang sudah sudah tersertifikasi BPOM dapat dicek di website Indonesia Bio Health Care.

Sedangkan dari segi kehalalan, wewenang fatwa terletak pada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut fatwa MUI, pangan rekayasa genetika diperbolehkan asalkan bermanfaat, tidak berbahaya, dan tidak menggunakan gen yang berasal dari manusia atau sesuatu yang haram.

Kesimpulannya, belum ada justifikasi ilmiah yang kuat dan sah yang menyatakan bahwa pangan rekayasa genetika berbahaya bagi tubuh. Di Indonesia, keamanan pangan rekayasa genetika diuji oleh KKHPRG dan BPOM, sedangkan untuk status kehalalannya oleh MUI. {alertSuccess}

Hoaks #8 Garam Dapur Mengandung Serpihan Kaca

Berita hoaks ini muncul karena beredarnya video yang mengatakan bahwa garam dapur mengandung butiran-butiran keras yang diduga menyerupai kaca.

Selain itu, beredar video lain (bisa cek sendiri di YouTube) yang seolah-olah "memvalidasi" hal tersebut, dengan cara melarutkan sampel garam ke dalam air dan ternyata ada bagian yang tidak larut.

Merespon hal tersebut, BPOM sudah melakukan uji laboratorium yang sah dan valid, dan menyimpulkan bahwa butiran keras pada garam dapur adalah memang garam, namun telah mengalami kristalisasi.

Terkait video yang mengatakan bahwa ada bagian garam dapur yang tak larut, menurut saya pribadi itu karena si penguji melarutkan garam yang banyak ke dalam air yang sedikit.

Perlu diketahui bahwa zat yang mudah larut seperti garam pun bisa saja menjadi tidak larut, jika larutan sudah melewati titik jenuhnya. Dalam ilmu kimia, suatu endapan akan terbentuk apabila nilai hasil kali kelarutan (Ksp) sudah terlampaui.

Pembuat video menceburkan garam dalam jumlah banyak ke dalam air yang sedikit, sehingga besar kemungkinannya larutan tersebut sudah lewat jenuh. Akibatnya, garam tidak bisa larut dan terbentuklah endapan.

Kesimpulannya, garam dapur yang sudah memiliki izin edar BPOM dapat dipastikan aman dan tidak mengandung serpihan kaca. Butiran keras pada garam dapur yang diduga serpihan kaca sebenarnya adalah garam dapur yang telah mengkristal. {alertSuccess}

Hoaks #9 Nasi Kepal yang Bisa Memantul Mengandung Plastik atau Karet

Hoaks ini muncul pertama kali ketika beredarnya video yang mempertontonkan nasi kepal yang bisa memantul jika dijatuhkan.

Pada video yang beredar, nasi tersebut berasal dari nasi box yang dikepal menjadi berbentuk pola padat seukuran bola tennis.

Ketika dijatuhkan ke atas meja, terlihat dengan jelas bahwa nasi kepal tersebut bisa memantul.

Mengamati fenomena tersebut, sang pembuat video pun mengatakan bahwa nasi tersebut terbuat dari beras plastik atau beras karet.

Terkait hal tersebut, BPOM telah melakukan uji laboratorium dan menyatakan bahwa beras tersebut tidak mengandung plastik atau karet.

Oke, jika berasnya tidak terbuat dari plastik maupun karet, lantas mengapa kepalan nasi bisa memantul jika dilempar ke permukaan yang keras?

Sebagaimana kita ketahui, beras merupakan sumber pati yang tersusun atas dua komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Setiap pangan sumber pati memiliki rasio amilosa-amilopektin yang berbeda-beda.

Misalnya, beras pera memiliki kadar amilosa yang tinggi (25-30%) sehingga teksturnya lebih keras dan ambyar. Biasanya beras pera digunakan untuk nasi goreng maupun nasi kuning.

Sedangkan beras pulen memiliki kadar amilosa yang rendah (<25%) dan memiliki tekstur yang lebih lembut dan lengket.

Pada video, terlihat bahwa nasi bisa dikepal-kepal dan dibentuk menjadi bola. Itu menandakan jenis beras yang digunakan adalah beras pulen.

Kemudian, pati pada beras memang memiliki sifat elastisitas yang baik, sehingga wajar bisa memantul, apalagi jika sudah dibentuk menjadi bola dengan ukuran yang cukup besar.

Selain itu, harga biji plastik juga diketahui lebih mahal ketimbang harga beras. Rasanya tidak masuk akal jika mengoplos beras dengan plastik, bukannya cuan malah jadi rugi.

Dan terakhir, air cucian beras yang terbuat dari plastik tidak akan menjadi keruh. Jika dimasak, beras plastik tidak akan menyerap air dan tidak bisa matang selayaknya beras asli.

Kesimpulannya, sampai saat ini tidak ada bukti terkait beredarnya beras plastik maupun beras karet di pasaran. {alertSuccess}

Hoaks #10 Air Mineral dalam Kemasan Tinggi Kandungan Zat Besi dan Berbahaya Bagi Tubuh

Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, seseorang melakukan uji kandungan mineral pada beberapa merk air mineral yang beredar di pasaran.

Pembuat video menggunakan elektroda yang dicelupkan ke sampel air mineral, kemudian dihubungkan ke arus listrik dan lampu. Hasilnya beberapa merk air mineral mampu menghidupkan lampu.

Kemudian, pembuat video juga melakukan proses elektrolisis terhadap air mineral tersebut. Hasilnya, terbentuk warna sedikit kekuningan.

Pembuat video langsung menyimpulkan bahwa merk air mineral tersebut dibuat dengan paku yang direbus sehingga tinggi zat besi yang berbahaya bagi tubuh.

Yang jadi pertanyaan, apakah pendapat tersebut benar dan dapat didukung justifikasi saintifik?

Perlu dicatat bahwa air mineral dalam kemasan memang mengandung berbagai ion mineral, termasuk zat besi. Namun tentu saja, jumlah kandungannya diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

FYI, untuk air mineral dalam kemasan, kadar zat besi yang diatur SNI adalah maksimal 0,1 mg per liter.

So, wajar-wajar saja jika air mineral menghantarkan arus listrik, toh di dalamnya memang terkandung banyak ion mineral bermuatan.

Selanjutnya, karena air mineral masih mengandung ion mineral, wajar saja jika elektrolisisnya menghasilkan sedikit warna kuning.

Sedangkan untuk menguji jumlah kandungan zat besi, metode lampu dan elektrolisis jelas bukanlah metode yang sah sehingga hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kadar mineral dalam bahan pangan seharusnya diuji dengan metode AAS.

BPOM sendiri sudah merilis klarifikasi bahwa merk air mineral tersebut sudah melalui proses pengawasan rutin sehingga aman dikonsumsi.

Kesimpulannya, air mineral memang mengandung zat besi, namun tidak berbahaya karena masih berada dalam kadar yang dipersyaratkan SNI serta melalui pengawasan BPOM. Pengujian dengan lampu dan elektrolisis tidak bisa dijadikan justifikasi untuk menentukan keamanan air mineral. {alertSuccess}

Hoaks #11 Makanan Kaleng Impor Thailand Mengandung HIV dan Menyebarkan Penyakit AIDS

Beredar pesan berantai yang menyebutkan bahwa makanan kaleng yang diimpor dari Thailand terkontaminasi Human Immunodeficiency Virus, atau HIV.

Virus tersebut dikabarkan berasal dari 200 pekerja yang memasukkan darah mereka ke dalam makanan kaleng.

Si pembuat pesan berantai bahkan membawa nama kedutaan besar Kuala Lumpur.

Dari sini saja sudah kelihatan aneh. Kuala Lumpur kan jelas-jelas di Malaysia, bukan di Thailand wkwk.

BPOM pun sudah mengumumkan bahwa informasi tersebut adalah hoaks. {alertSuccess}

Hoaks #12 Aspartam Mengakibatkan Kanker Otak, Diabetes, dan Pengerasan Sumsum Tulang Belakang

Informasi ini beredar bersamaan dengan yang sebelumnya, yaitu tentang makanan kaleng asal Thailand.

Khusus hoaks yang satu ini, lebih brutal lagi. Tak tanggung-tanggung, si pembuat pesan menuliskan 19 merk produk pangan yang mengandung aspartam dan secara eksplisit menyatakan kesemua produk tersebut dapat menyebabkan kanker otak, diabetes, dan pengerasan sumsum tulang belakang.

Dan yang lebih parah, pembuat hoaks juga tak ragu mencantumkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), berbagai rumah sakit terkenal seperti RS Fatmawati dan RSCM, serta nama seorang dokter.

Terkait hal tersebut, IDI sudah mengeluarkan klarifikasi bahwa informasi tersebut adalah hoaks dan jelas bukan dibuat oleh IDI.

Kemudian, berbicara tentang aspartam, menurut beberapa penelitian, pemanis buatan aspartam memang dilaporkan mampu mempengaruhi kemampuan berpikir dan perilaku manusia.

Namun sayangnya, studi klinis dan bukti ilmiah tersebut masih terbatas, sehingga diperlukan uji klinis yang lebih mendalam.

Jadi, meskipun aspartam dilaporkan memiliki risiko kesehatan, namun sampai saat ini kita belum bisa mengatakan secara eksplisit bahwa zat tersebut berbahaya bagi tubuh.

Dan sampai artikel ini dibuat, penggunaan aspartam sebagai bahan tambahan pangan pemanis masih legal secara hukum, tentunya dengan batasan yang diatur oleh BPOM.

Kesimpulannya, aspartam saat ini masih legal dipergunakan dengan batasan tertentu. Tuduhan frontal terkait dampak kesehatan dari 19 produk pangan tersebut jelas sangat-sangat dipaksakan. {alertSuccess}

Hoaks #13 Makan Cokelat Setelah Mie Goreng Bisa Menimbulkan Kematian

Jujur, waktu masih SMA, saya hampir termakan informasi hoaks ini.

Pasalnya, si penulis menggunakan kata-kata ilmiah dan melibatkan reaksi senyawa kimia beracun. Kebetulan, saya mendalami ilmu kimia dan paham betul bahwa senyawa yang disebut-sebut itu memang benar beracun.

Jika belum membaca, saya akan coba ceritakan sedikit. Hoaks tersebut mengatakan bahwa mie instan mengandung senyawa Arsen Pentoksida (As2O5) dan akan beraksi dengan cokelat sehingga tereduksi menjadi Arsen Trioksida (As2O3) yang sangat beracun.

Nah di sini lah jebakannya: pada kenyataannya, senyawa Arsen memang sangat beracun. Bahkan aktivis legendaris Munir dibunuh dengan racun berjenis Arsen yang dicampurkan ke dalam makanannya.

Meskipun mengandung sedikit kebenaran, berita tersebut tetaplah hoaks sejati!

Alasannya, mie instan tidak mungkin mengandung cemaran logam berat seperti arsen dalam kadar yang bisa menyebabkan keracunan, sebab BPOM telah menguji keamanan produk tersebut sebelum mengizinkan peredarannya.

Lagi pula, kalau mie instan beneran mengandung arsen dalam jumlah tinggi, seharusnya kita sudah keracunan tanpa perlu repot-repot makan cokelat.

Kesimpulannya, mie instan yang sudah diberikan izin edar oleh BPOM tidak mengandung arsen dalam kadar yang membahayakan tubuh. {alertSuccess}

Hoaks #14 Minyak Sawit Tinggi Kandungan Kolesterol

Kolesterol merupakan zat yang menjadi momok bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut.

Kadar kolesterol yang tinggi di dalam tubuh bisa menimbulkan risiko penyumbatan pembuluh darah yang berujung pada penyakit kardiovaskular seperti stroke dan serangan jantung. Oleh karenanya, kita sebaiknya membatasi asupan tinggi kolesterol.

Lantas, dari mana sebenarnya sumber kolesterol?

Perlu diketahui bahwa tubuh hewan dan manusia bisa membuat kolesterol sendiri. Jadi, kolesterol yang ada di dalam tubuh kita merupakan gabungan dari kolesterol yang disintesis oleh tubuh serta kolesterol yang berasal dari makanan berbasis hewani.

Mesikupun minyak sawit mengandung asam palmitat, suatu asam lemak jenuh yang digadang-gadang dapat meningkatkan kolesterol darah, namun banyak penelitian terhadap manusia dan hewan yang membuktikan bahwa minyak sawit dan asam palmitat tidak memberikan efek negatif serupa seperti asam lemak jenuh lainnya.

Malahan, asam palmitat memberikan efek yang lebih mirip dengan asam oleat. Ditambah lagi, minyak sawit juga mengandung asam oleat, asam linoleat, serta antioksidan vitamin E, yang kesemuanya dapat menghambat sintesis kolesterol.

Kesimpulannya, minyak sawit tidak mengandung kolesterol karena bukan pangan hewani, dan tidak pula memicu sintesis kolesterol di dalam tubuh {alertSuccess}

Hoaks #15 Bumbu Mie Instan yang Dimasak Menimbulkan Kanker

Berita hoaks yang terdapat dalam bentuk pesan berantai ini mengatakan bahwa bumbu mie instan mengandung MSG yang apabila dimasak pada suhu di atas 120°C bisa menghasilkan senyawa karsinogenik penyebab kanker.

Pembuat pesan berantai memanfaatkan petunjuk penyajian mie instan yang ada di kemasan untuk mendukung opininya.

Pada petunjuk penyajian mie instan, bumbu memang tidak ikut dimasak bersama mie, melainkan dituang langsung ke piring.

Argumentasi tersebut rasanya sangat aneh, mengingat MSG tidak hanya terkandung di bumbu mie instan saja.

Berbagai produk seperti kaldu bubuk, bumbu racik, hingga ikan dan daging kaleng juga mengandung MSG. Berarti semua produk tersebut juga tidak boleh dimasak di atas 120°C dong?

Nyatanya, kan tidak begitu.

MSG diketahui tidak mengalami degradasi jika dimasak pada suhu pemasakan pada umumnya. Artinya, seharusnya aman-aman saja jika memakai MSG dalam proses memasak pada umumnya.

Memang sih, pada suhu yang lebih tinggi lagi, (200°C), asam glutamat bisa mengalami degradasi menjadi senyawa suksinimida (succinimide), namun senyawa tersebut tidak bersifat karsinogenik.

"Lantas, kalau bukan karena karsinogenik, mengapa bumbu sebaiknya langsung dituang ke piring dan tidak dimasak bersama mie, sebagaimana yang tertulis di petunjuk penyajian pada kemasan mie instan?"

Alasannya, cita rasa mie instan bisa saja mengalami perubahan jika bumbunya ikut dimasak bersama mie. Bumbu mie instan tidak hanya mengandung MSG saja, melainkan juga berbagai komponen flavor yang bersifat volatil.

Paparan panas ketika memasak mie instan dapat mengubah dan menguapkan komponen flavor yang ada pada bumbu, sehingga mengubah cita rasanya.

Kesimpulannya, bumbu mie instan tidak ikut dimasak bersama mie karena bisa mengubah cita rasanya, bukan karena menghasilkan senyawa karsinogenik yah! {alertSuccess}

Hoaks #16 Yakult Terbuat dari Sperma Sapi

Entahlah, saya tidak tahu mengapa si pembuat hoaks bisa terpikir hal ini. Mungkin alasan di balik hoaks ini adalah warna Yakult yang sedikit "kusam" kali ya?

Pada kenyataannya, Yakult adalah minuman susu yang difermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL) bernama Lactobacillus casei shirota strain.

Pada proses fermentasi, BAL memanfaatkan dan mengubah gula menjadi berbagai asam organik, seperti asam laktat. Oleh karenanya, Yakult memiliki rasa yang asam.

Selain itu, proses fermentasi dengan BAL memang bisa berdampak terhadap karakteristik lainnya, seperti penampakan.

Misalnya saja, yoghurt memiliki tekstur yang jauh lebih kental dan menggumpal. Kalau dibandingkan dengan bahan bakunya yaitu susu murni, karakteristik yoghurt sudah sangat berbeda bukan?

Contoh sederhana tersebut tentunya juga bisa menggambarkan keadaan pada Yakult yang sama-sama dibuat dari susu.

Kesimpulannya, Yakult dibuat dari susu yang terfermentasi dengan BAL tertentu. Proses fermentasi membuat penampakan Yakult menjadi berubah jika dibandingkan dengan susu. {alertSuccess}
Btw, postingan ini sama sekali tidak disponsori oleh Yakult yah! Hehe.

Hoaks #17 MSG Membuat Otak Jadi Bodoh

"Dasar, generasi mecin!"

Ungkapan tersebut kerap dilontarkan untuk menggambarkan kaum anak-anak dan remaja yang gemar sekali mengonsumsi berbagai makanan savory seperti seblak, mie instan, telur gulung, dan sebagainya.

Selain itu, ada pula bahan candaan yang menyebutkan bahwa konsumsi mecin alias MSG dapat mengakibatkan kebodohan.

Hmm, apakah faktanya benar demikian?

Memang terdapat penelitian yang menguak hal tersebut. Penelitian tersebut melibatkan dua kelompok tikus yang masing-masing terdiri dari 20 tikus, lalu diberi makanan mengandung MSG pada dosis 0,83 g/kg berat badan/hari serta 1,66 g MSG/kg berat badan/hari.

Hasilnya, terjadi penurunan kemampuan kognitif yang signifikan pada tikus yang diberi makanan mengandung MSG dibandingkan tikus yang diberi makanan tanpa MSG.

Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang melaporkan efek serupa pada subjek manusia.

Sebenarnya, ada penelitian yang mengemukakan efek negatif MSG seperti sindrom restoran China (Chinese restaurant syndrome, CRS), obesitas, gangguan saraf pusat, hingga gangguan sistem reproduksi.

Namun semua dampak negatif tersebut tidak menunjukkan relevansi kuat pada tingkat konsumsi MSG yang rendah.

Sebagai informasi tambahan, MSG merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang berfungsi memberikan rasa umami, sekaligus sebagai penguat rasa.

Tidak hanya MSG, jenis BTP lain pun dapat memberikan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi terus menerus dalam kuantitas yang berlebihan.

Kesimpulannya, sampai tulisan ini dibuat, konsumsi MSG pada level sewajarnya tidak menimbulkan kebodohan atau efek negatif lainnya. {alertSuccess}

Penutup

Itu dia 17 informasi hoaks seputar pangan yang sempat viral dan meresahkan konsumen.

Terdapat pola dan kecenderungan yang bisa kita amati pada informasi hoaks seputar pangan:

  • Disebarkan secara berantai melalui media sosial, khususnya WhatsApp dan Facebook.
  • Bisa saja mencantumkan nama seorang pakar ataupun organisasi tertentu.
  • Bisa saja menggunakan kata-kata yang sangat ilmiah dan meyakinkan.
  • Memiliki judul yang sangat click bait, frontal, dan eksplisit.
  • Mengajak pembaca untuk menyebarkan informasi tersebut kepada orang lain.
  • Dalam bentuk teks, umumnya informasi hoaks tidak mengikuti aturan penulisan dan tata bahasa yang baik.
  • Dalam bentuk video, si pembuat video bisa saja melakukan percobaan tertentu yang kesannya sangat saintifik.

Sebagai konsumen cerdas, sudah seyogianya kita tidak langsung mempercayai pesan berantai yang beredar melalui media sosial, meskipun tercantum nama seorang pakar ataupun organisasi tertentu.

Sebaiknya kita mengecek kebenarannya lebih dahulu, dengan membaca literatur ilmiah yang relevan, seperti jurnal penelitian.

Toh di era modern seperti sekarang, jurnal ilmiah sudah sangat mudah untuk diakses, tinggal kemauan kitanya saja.

Yuk jadi netizen dan konsumsen cerdas dengan tidak termakan informasi hoaks!

Referensi {alertSuccess}

Baines D dan Brown M, 2016, Flavor Enhancers: Characteristics and Uses, Encyclopedia of Food and Health. Massachusetts(US): Academic Press.

BPOM, 2018, Peraturan BPOM No.31 Tahun 2018.

FDA, 2020, GMO Crops, Animal Food, and Beyond.

IRRI, 2006, Grain Quality.

Kouzuki M, et al, 2019, Effect of monosodium L-glutamate (umami substance) on cognitive function in people with dementia, European Journal of Clinical Nutrition, 73: 266–275.

Lindseth GN et al, 2014, Neurobehavioral Effects of Aspartame Consumption, Res Nurs Health. 37(3): 185–193.

Moneim WMA, et al, 2018, Monosodium glutamate affects cognitive functions in male albino rats, Egyptian Journal of Forensic Sciences, 8(9).

Niaz K, et al, 2018, Extensive use of monosodium glutamate: A threat to public health?, EXCLI J. 2018, 17: 273–278.

Odia OJ, et al, 2015, Palm oil and the heart: A review, World J Cardiol. 7(3): 144–149.

Weiss IM et al, 2018, Thermal decomposition of the amino acids glycine, cysteine, aspartic acid, asparagine, glutamic acid, glutamine, arginine and histidine, BMC Biophysics, 11(2).

WHO, Food, Genetically modified.

Yusuf Noer Arifin

Sarjana teknologi pangan yang menulis tentang pangan, gizi, dan pola hidup sehat. Telah aktif menggeluti dunia blogging sejak tahun 2014.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak