Raih 4 Manfaat Berikut dengan Membatasi Asupan Tinggi Lemak

Lemak dan minyak merupakan penghasil kalori yang sangat efektif. Satu gram lemak dan minyak dapat menyediakan energi sebesar 9 kkal atau dua kali lipat lebih besar daripada karbohidrat dan protein yang mentok di angka 4 kkal per gramnya.

Istilah lemak dan minyak sebenarnya sama-sama merujuk pada komponen trigliserida, yang membedakan hanyalah wujudnya. Pada suhu ruang, lemak berwujud padat sedangkan minyak berwujud cair.

Tergantung komposisi dan karakternya, lemak dan minyak dapat diaplikasikan untuk berbagai metode pengolahan pangan.

Sebagai contoh, lemak dan minyak berfungsi sebagai media penghantar panas pada proses penggorengan dengan suhu bisa mencapai 177-191°C.

Metode penggorengan sudah sangat familiar di Indonesia. Apa-apa serba digoreng, bahkan sayuran seperti bayam dan kol juga digoreng!

Selain itu, lemak dan minyak juga digunakan untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa seperti pada pembuatan roti dan kue.

Pada bagian selanjutnya di artikel ini, saya mungkin akan lebih banyak menggunakan istilah lemak ketimbang minyak. Namun jangan khawatir, sebab secara esensi keduanya sama saja.

{getToc} $title={Table of Contents}

Konsumsi Tinggi Lemak, Salahkah?

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan penggunaan lemak dan minyak dalam berbagai proses pengolahan pangan. Toh, keduanya membuat makanan kita menjadi gurih, lezat, dan menggugah selera.

Tentu saja, tidak ada yang salah ketika mengonsumsi makanan yang nikmat, bukan?

Yang jadi masalah adalah ketika tidak bisa mengendalikan diri dan mengonsumsi makanan tinggi lemak dalam jumlah yang berlebihan. Ada sebuah adagium populer:

Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. {alertInfo}

Hal tersebut juga berlaku dengan konsumsi lemak dan minyak. Konsumsi keduanya secara berlebihan, khususnya golongan asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dan asam lemak trans (trans fatty acid) ternyata berasosiasi dengan risiko gangguan kesehatan.

Dengan demikian, kita sebaiknya lihai dalam mengatur pola makan dan menekan konsumsi makanan olahan berlemak tinggi seperti aneka gorengan, stik kentang, keripik, ayam goreng tepung, donat, dan sebagainya.

Adapun sumber lemak tidak jenuh justru terbukti menimbulkan efek positif untuk kesehatan, asalkan tetap dikonsumsi dalam batas wajar.

Manfaat Membatasi Konsumsi Makanan Berlemak

Catatan: mohon untuk membaca secara seksama agar tidak ada kesalahpahaman yah! Dari keempat poin berikut, ada yang berlaku untuk "lemak" dalam konteks yang umum dan luas, dan ada juga yang menjurus dan lebih spesifik terkait jenis lemak tertentu. {alertInfo}

Mencegah Obesitas

Obesitas atau kegemukan menjadi salah satu masalah kesehatan global yang muncul akibat menjamurnya pola makan yang serba instan.

WHO menyatakan bahwa jumlah populasi obesitas telah membludak hampir tiga kali lipat sejak tahun 1975, dan telah memengaruhi lebih dari 650 juta orang dewasa pada tahun 2016.

Lantas, bagaimana kaitan antara tingginya konsumsi lemak dan risiko obesitas?

Sebagaimana yang sudah dijelaskan, lemak dan minyak mengandung energi yang sangat besar yaitu 9 kkal per gramnya.

Karena makanan berlemak tinggi umumnya sangat lezat dan membuat ketagihan, banyak orang yang makan kebanyakan hingga tak sadar telah jauh melebihi kebutuhan energi hariannya.

Jika tidak terpakai sebagai sumber energi, lemak akan disimpan di jaringan adiposa di bawah kulit. Jika cadangan lemak tersebut terus bertambah, hanya obesitas yang menunggu.

Hal tersebut dikonfirmasi melalui penelitian yang mengungkapkan bahwa penderita obesitas memiliki kadar asam lemak bebas (free fatty acid) sebanyak 30% lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengalami obesitas.

Ditambah lagi, kadar asam lemak bebas yang tinggi juga terbukti meningkatkan body mass index (BMI), kadar lemak tubuh, serta lingkar pinggang.

Berbagai kondisi tersebut semakin diperparah dengan tingginya konsumsi gula (khususnya sirup fruktosa atau high fructose syrup), serta kurangnya olahraga dan aktivitas fisik.

Obesitas tentu sangat menyulitkan penderitanya. Pakaian yang awalnya muat menjadi tidak muat, pergerakan fisik terkendala, serta kepercayaan diri yang menurun akibat penampilan.

Selain itu, orang yang terkena obesitas memiliki risiko terkena berbagai penyakit degeneratif seperti resistensi insulin, diabetes mellitus tipe-2, penyakit kardiovaskular, serta penyakit hati berlemak tanpa konsumsi alkohol (NAFLD).

Menurunkan Risiko Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular merujuk kepada gugusan penyakit yang melibatkan gangguan jantung dan peredaran darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, dan kolesterol.

WHO memperkirakan bahwa 17,9 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular pada tahun 2019.

Angka tersebut rupanya menyusun 32% kasus kematian global sehingga tak mengherankan penyakit ini dianggap sebagai penyebab kematian terbesar di dunia.

Padahal, kebanyakan penyakit kardiovaskular dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko seperti kebiasaan merokok, alkohol, obesitas, pola makan tidak sehat, serta rajin melakukan aktivitas fisik.

Terkait faktor pola makan, ternyata konsumsi lemak berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular lho!

Banyak penelitian mengungkapkan bahwa menurunkan konsumsi lemak jenuh ataupun menggantinya dengan asam lemak tidak jenuh bisa menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

Adapun mekanismenya, asam lemak jenuh mampu meningkatkan konsentrasi low density lipoprotein - kolesterol (LDL-C), yaitu molekul yang berfungsi mentransportasikan kolesterol dari organ hati.

Tingginya konsentrasi LDL kolesterol bisa berbahaya sebab menimbulkan plak di saluran peredaran darah. Jika tidak "dibersihkan", plak tersebut bisa tumbuh semakin besar sehingga menyumbat peredaran darah.

Yang perlu ditekankan di sini, jenis asam lemak yang berasosiasi dengan risiko penyakit kardiovaskular adalah asam lemak jenuh.

Dan ternyata, asam lemak jenuh (dalam bentuk asam palmitat dan asam stearat) menyusun hampir 45-55% dari total asam lemak pada minyak goreng.

So, kurangin makan gorengan dan sumber lemak jenuh lainnya hehe.

Menurunkan Risiko Kanker

Ibarat bangunan yang tersusun atas tumpukan batu bata, tubuh kita juga tersusun atas triliunan sel yang berbeda-beda.

Selama kita hidup, triliunan sel tersebut tumbuh dan membelah sesuai keperluannya. Sel yang mengalami kejanggalan (abnormalitas) maupun sudah tua biasanya akan mati dan digantikan oleh sel yang baru.

Kanker terjadi ketika ada yang salah dalam proses regenerasi tersebut, yaitu saat sel yang tua dan abnormal tidak mati ketika seharusnnya mati, dan tubuh tetap memproduksi sel baru yang sehat.

Berbeda dengan sel normal, sel kanker tumbuh secara tidak terkendali dan dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain. Akibatnya, terdapat gangguan tertentu yang dialami tubuh.

Karena kanker adalah sel abnormal, maka jenisnya bisa beragam tergantung bagian tubuh mana yang pertama kali menjadi sumbernya.

Ada pun jenis kanker yang terkait dengan topik kita berupa konsumsi lemak antara lain:

  • Kanker kerongkongan (esofagus),
  • Kanker usus besar (kolorektum),
  • Kanker kantung empedu (gallbladder),
  • Kanker pankreas,
  • Kanker payudara,
  • Kanker endometrium,
  • Kanker rahim,
  • Kanker ginjal,
  • Kanker prostat.

Demi mencegah kesembilan kanker tersebut, Lembaga Internasional Riset Kanker (IARC) merekomendasikan pembatasan konsumsi makanan tinggi lemak dan asupan kalori berlebihan. Diperkirakan, 4-38% kasus kanker tersebut disebabkan karena kelebihan berat badan dan obesitas.

Terkait mekanisme pembentukan kanker yang berkaitan dengan pangan, ada beberapa alternatif kemungkinan yang bisa terjadi:

Mekanisme pertama: konsumsi minyak jenuh (saturated fat) secara berlebihan dan kontinu dapat memicu disbiosis, yaitu suburnya bakteri merugikan (Gram negatif) yang dapat meningkatkan konsentrasi racun (endotoksin) di usus besar, serta menstimulasi inflamasi yang diketahui sebagai faktor risiko penyakit kanker. {alertSuccess}
Mekanisme kedua: proses pengolahan dengan suhu tinggi yang melibatkan minyak, seperti pada pembakaran atau penggorengan, berisiko menghasilkan senyawa berbahaya seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon, PAH), serta produk oksidasi, hidrolisis, polimerisasi, dan konversi lemak cis menjadi trans. Jika termakan dalam jumlah tertentu secara terus-menerus, golongan senyawa tersebut dapat memicu genotoksisitas dan bersifat karsinogenik. {alertSuccess}

Memperlambat Penurunan Memori

Ternyata, konsumsi asam lemak trans terbukti secara ilmiah berdampak negatif terhadap kemampuan menyimpan ingatan atau memori bagi orang dewasa muda.

Adapun mekanismenya, asam lemak trans diketahui mengganggu pasokan energi sel. Dan ternyata, sel penyimpan memori seperti sel hippocampal cukup sensitif, bahkan rentan mati, jika mengalami gangguan pasokan energi.

Terdapat penelitian yang telah menguak lebih jauh tentang konsumsi asam lemak trans terhadap kemampuan ingatan manusia.

Penelitian tersebut melibatkan 694 laki-laki dalam dua kelompok usia, yaitu lebih muda (<45 tahun) dan lebih tua (45 tahun ke atas).

Peneliti melakukan survei pola makan responden untuk menganalisis jumlah asam lemak trans yang mereka konsumsi. Setelah itu, responden diminta untuk mengingat kata-kata yang ditampilkan pada kartu.

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tingginya konsumsi asam lemak trans memperburuk kemampuan responden kelompok muda dalam mengingat kata-kata.

Sangat disayangkan bukan? Padahal usia di bawah 45 tahun seharusnya merupakan puncak masa muda dengan produktivitas dan kreativitas yang tak terbendung.

Penutup

Konsumsi lemak dan minyak sebenarnya sangat bermanfaat bagi tubuh, khususnya yang berjenis asam lemak tidak jenuh. Namun tetap saja, sebaiknya konsumsi tidak berlebihan, sebab lemak dan minyak mengandung kalori dua kali lipat lebih besar dari karbohidrat dan protein.

Selain itu, konsumsi berbagai makanan tinggi asam lemak jenuh, asam lemak trans, serta kolesterol seperti makanan cepat saji dan cemilan berlemak sebaiknya perlahan-lahan mulai dibatasi dan dikurangi.

Catat yah: dibatasi! Artinya, bukan tidak boleh sama sekali, melainkan sekali-kali asalkan terkendali dan dalam batas yang wajar.

Yuk kita mulai peduli kesehatan dengan cara mengurangi konsumsi GGL (garam, gula, dan lemak), serta meningkatkan konsumsi sayur dan buah sebagai sumber serat pangan dan berbagai vitamin. Plus, jangan lupa rajin berolahraga dan hindari merokok ya! Stay healthy~

Referensi {alertSuccess}

Arner dan Rydén, 2015, Fatty acids, obesity and insulin resistance, Obes Facts, 8:147-155.

Bojková et al, 2020, Dietary fat and cancer—Which is good, which is bad, and the body of evidence, Int J Mol Sci. Jun; 21(11): 4114.

Elshourbagy et al. 2014, Cholesterol: The good, the bad, and the ugly – Therapeutic targets for the treatment of dyslipidemia, Med Princ Pract, 23(2): 99-111.

Golomb dan Bui, 2015, A fat to forget: trans fat consumption and memory, PLOS ONE, 2017: 1-12.

Park dan Kim, 2016 Monitoring of used frying oils and frying times for frying chicken nuggets using peroxide value and acid value, Korean J Food Sci Anim Resour, 36(5): 612–616.

Sacks et al, 2017, Dietary fats and cardiovascular disease: A presidential advisory from the American Heart Association, Circulation, 136(3):1-23.

Venkata dan Subramanyam, 2016, Evaluation of the deleterious health effects of consumption of repeatedly heated vegetable oil, Toxicol Rep, 3: 636–643.

WHO, 2021, Cardiovascular disease (CVDs).

Zhou et al, 2020, Saturated fatty acids in obesity-associated inflammation, J Inflamm Res. 2020; 13: 1–14.

Yusuf Noer Arifin

Sarjana teknologi pangan yang menulis tentang pangan, gizi, dan pola hidup sehat. Telah aktif menggeluti dunia blogging sejak tahun 2014.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak